Tatkala Tarakan menjadi "The Big and New KAMPOENG”

Sudah beberapa bulan ini, Tarakan dilanda krisis listrik, maklum kabarnya ada mesin yang mengalami gangguan sehingga tidak mampu memasok listrik untuk seluruh Tarakan. Pemadaman bergilir semakin meningkat, dari seminggu sekali menjadi seminggu dua kali, sekali malam hari, selebihnya di siang hari. Lama pemadaman pun juga meningkat. Wah… kalau di malam hari, keadaan Tarakan mengingatkan kita yang pernah hidup di kampung dahulu kala. Lampunya lampu minyak, syukur-syukur pakai semprong (kaca pelindung). Aku sendiri pernah merasakan lampu ublik (dibuat dari kaleng, lalu diberi sumbu di tengahnya dan menggunakan minyak solar karena lebih mudah ditemukan dari pada minyak tanah) sewaktu masih duduk di SMP di Pulau Bunyu. Mau tahu apa yang terjadi? Keesokan harinya, ketika tak sengaja membersihkan hidung dengan jari (ngorek hidung gitu lho), eeeh… jari tanganku kok hitam, ya. O… rupanya, asap lampu ublik tadi malam, waktu aku belajar, masuk dan nempel ke dalam hidung, he.. he..he.


Wah … kalau nanti krisis listrik berlanjut terus (mudah-mudahan tidak ya), maka suatu saat Tarakan menjadi gelap semua di malam hari. Maka, jadilah Tarakan 'KAMPUNG BESAR'. Coba bayangkan, kalau semua warganya menggunakan lampu ublik seperti apa yang aku ceritakan di atas. Di pasar, di kantor, di hotel, di rumah sakit, pokoknya di semua tempat lah, dari tukang kebun, tukang bakso, murid, guru, bahkan para pejabat, pokoknya siapa pun, coba korek hidung beramai-ramai, lalu lihat jarinya. Ha… ha …ha… hitammmm semua.

Tidak ada komentar: